Bekasi – Lembaga pengawas pemilu, Bawaslu kontroversial terkait enam laporan dugaan pelanggaran kampanye yang dianggap tidak memenuhi unsur pidana. Keputusan ini memicu kritik tajam dari kita (SERASI) mempertanyakan efektivitas dan independensi Bawaslu dalam menjaga integritas pemilu.
Dalam enam laporan yang diajukan, tiga di antaranya terkait dengan kegiatan kampanye di tempat ibadah, yang jelas melanggar aturan kampanye yang melarang penggunaan sarana keagamaan untuk kepentingan politik. Meskipun demikian, Bawaslu menyatakan bahwa unsur pidana tidak terpenuhi dalam kasus-kasus ini, tanpa memberikan penjelasan mendalam kepada publik.
Dua laporan lainnya terkait dengan dugaan money politics, yang menjadi salah satu bentuk pelanggaran serius dalam pemilu. Namun, Bawaslu lagi-lagi memutuskan bahwa tidak ada unsur pidana dalam dua laporan tersebut. Padahal, praktik politik uang sering dianggap merusak demokrasi karena mencederai prinsip keadilan dan keterbukaan.
Yang tak kalah mengherankan, satu laporan mengenai perusakan alat peraga kampanye (APK) juga dianggap bukan tindak pidana oleh Bawaslu. Perusakan APK seharusnya menjadi perhatian serius karena merupakan bentuk sabotase terhadap proses demokrasi yang adil.
Keputusan Bawaslu ini menimbulkan pertanyaan besar di Internal Kami (SERASI) dan pemerhati pemilu, terutama soal bagaimana lembaga ini menafsirkan aturan pemilu. Banyak yang khawatir, keputusan tersebut dapat melemahkan penegakan hukum terkait pelanggaran pemilu dan membuka ruang bagi tindakan curang yang semakin meluas.
SERASI menuntut transparansi lebih lanjut dari Bawaslu dan meminta lembaga tersebut untuk bertindak tegas, independen, dan berpihak pada integritas pemilu. Kita ( SERASI) juga mendesak peninjauan kembali terhadap keputusan ini agar tidak menjadi preseden buruk dalam pengawasan pemilu di masa depan.
Demokrasi Indonesia sedang diuji, dan tanggung jawab Bawaslu sebagai pengawas netral diharapkan tidak disalahgunakan demi kepentingan tertentu.